Tuesday, September 05, 2006

Bencana Komuter 04/09-2006.. Bagaimanakah Contigency Plan PT. KA?

Sebagai sebuah moda transportasi massal, KRL menjadi salah satu pilihan (bahkan satu-satunya pilihan bagi beberapa orang) jenis angkutan umum yang diandalkan para komuter untuk mengantar mereka berangkat dan pulang beraktifitas. Seperti sudah diketahui, pada jam-jam sibuk berangkat dan pulang kantor (06.00-09.00/17.00-20.00) - moda transportasi ini hampir tak pernah tidak dijejali puluhan ribu penumpangnya. Oleh sebagian kalangan pengguna, pada jam sibuk ini - KRL dijuluki sebagai "kaleng sarden", "spa n massage parlour bertarif 2500" dan banyak lagi. Dan dengan alasan utama inilah, seharusnya PT. KA - sebagai penyelenggara moda transportasi ini, sangat bertanggung-jawab atas kelancaran dan kenyamanan para penumpangnya yang telah membayar ("paying customer").

Tapi - alih-alih melaksanakan tanggung-jawabnya, tadi malam (04/09) PT. KA kembali mengkhianati penumpangnya. Sejak 16.30 sore hari kemarin, kerusakan sinyal otomatis di Stasiun Manggarai menyebabkan lalu-lintas KA di stasiun ini (termasuk KA Jarak Jauh) harus dipandu manual satu per satu. Info dari MetroTV - yang menyebut Bp. Ahmad Sujadi Kahumas Jobatabek sebagai sumbernya, menyebutkan panduan yang biasanya dilakukan selama 7 detik per rangkaian, selama kerusakan sinyal tadi malam harus dilakukan rata-rata hingga 10 menit per rangkaian KA. Hal yang juga menyebabkan wessel (penggerak rel) harus dipindahkan langsung oleh manusia, berakibat secara langsung pada kacaunya jadwal KRL Jabotabek. Rata-rata keterlambatan yang diakibatkan adalah 2-3 jam per jadwal. Bahkan banyak pengguna KRL - para member KRLMania, mengaku tiba di Bogor hingga lepas tengah malam.

Bagi pengguna harian KRL, kerusakan sinyal di Stasiun Manggarai bukan lagi hal baru karena terjadi dengan frekwensi yang cukup sering. Hal barunya adalah kerusakan ini terjadi pada musim kemarau. Bila pada musim hujan alasan PT. KA untuk kerusakan itu adalah "tersambar petir", maka untuk musim kemarau ini - alasan yang diajukan Humas Jabotabek (yang selalu aktif muncul di media nasional..) adalah "dicurinya peralatan" - seperti diinformasikan oleh MetroTV pada berita malamnya.

Yang muncul sebagai pertanyaan adalah;

1. Sebagai pengguna KRL harian, penulis sangat ingin tahu dengan cara kerja dan skema jadwal perawatan yang digariskan PT. KA untuk seluruh peralatan kerjanya. Tidak hanya wessel dan sinyal, tetapi juga set loko, kabel listrik saluran atas, jadwal perjalanan dan banyak lainnya. Dengan latar belakang IT-Services, penulis sadar sekali kalau kwalitas dan performance peralatan - baik mekanik ataupun elektronik, seluruhnya bergantung pada penggunaan dan maintenance. Dan sebagai sebuah institusi pelayan publik yang dijadikan 500.000+ penumpang harian, seharusnyalah PT. KA lebih teroganisir dan lebih proffesional dalam menangani hal ini. Dana? Bukankah tahun ini saja Divisi Jabotabek telah mencapai 113% dari target pendapatannya. Apakah dalam budget tahunannya, "Maintenance Budget" tidak termasuk? Korbannya? Penumpang!

2. Dengan contoh yang diberikan SBY pada bencana alam, tidakkah terfikirkan institusi besar ini untuk memiliki Contigency Plan atau "Tanggap Darurat"? Dengan inisiatif yang dilakukan rekan KRLMania yang menelepon Kadiv Jabotabek, Bp. Tating Setiawan saat bencana komuter terjadi tadi malam, barulah "terfikirkan" untuk mengalihkan perjalanan satu set KRL dari Bekasi untuk melayani penumpang jurusan Bogor yang terlihat tumpah-ruah di Manggarai (dan itu belum termasuk ribuan bahkan puluhan ribu penumpang terlantar lain di stasiun lain). Yang penulis maksudkan adalah mencoba berfikir logis dan sederhana. Saat perjalanan KRL terhambat di satu titik, Manggarai, apakah tidak lebih baik perjalanan dihentikan di titik ini untuk dikembali ke arah semula? Sehingga kekusutan bisa diurai dan kemacetan lalu lintas KA bisa lebih jauh berkurang. Sekedar ilustrasi, perjalanan Ps. Minggu-Manggarai bisa menghabiskan 3 jam waktu tempuh dengan KA! Apakah tidak lebih baik bila KA tersebut dialihkan di Ps. Minggu yang mempunya 4 track, seperti juga di UI, Depok Baru, Depok Lama dan Citayam - yang memiliki persilangan track, untuk kemudian berbalik arah ke Bogor dan mengangkut penumpang Bogor yang terlantar - yang jumlahnya berkali-kali lipat lebih besar. Korbannya? Penumpang!

3. Berkaitan poin no. 2, apakah yang akan dilakukan PT. KA saat ada bencana besar tak terduga di jaringan rel-nya? Menurut penulis, sama sekali tidak ada bayangan selain menunggu hingga saat terjadi dan melihat apa yang bisa dilakukan. Contoh konkrit; bencana lumpur yang mengancam rel di seputaran semburan sumur Lapindo. Korbannya? Jelas penumpang yang telah membayar dan terlanjur menggantungkan harapan pada para pelayan publiknya untuk melayani mereka.

4. Penulis mengusulkan dibuat dan diterapkannya perhitungan SLA ("Service Level Agreement"). Dengan ketidakmampuan PT. KA melaksanakan tugasnya untuk mengantar paying customer-nya ke tempat tujuan, institusi ini berkewajiban membayar penalty kepada para penumpangnya atas kerugian yang mereka alami. Untuk detail perhitungan SLA ini, penulis merasa DPR lebih capable dan competent untuk merumuskan (ada anggota DPR yang baca ini?).

5. Penulis meminta PT. KA untuk meminta maaf secara resmi kepada para penumpang KRL Jabotabek yang merasakan imbas kejadian tadi malam melalui media. Bencana komuter tadi malam adalah sama sekali bukan "force majjeure", bahkan bisa dibilang "terencana" karena tanpa adanya maintenance yang cukup - kerusakan PASTI TERJADI cepat atau lambat. Dan PT. KA PASTI mengetahui dogma ini.

Garis bawah dari bencana komuter tadi malam adalah penumpang berbayar kembali menjadi korban tanpa punya atau diberi kesempatan menuntut hak-nya. Sampai kapankah hai PT. KA YTH?

FO

2 Comments:

Anonymous Anonymous said...

Kenapa ya, segala sesuatu yang berbau pemerintah atau BUMN selalu kayak gini?

Masalah capability human resource atau lebih ke arah komitmen saja?

Atau mungkin karena sebab yang orang Jawa bilang "njagakake", berharap orang lain yang akan mengurusnya...

Tuesday, September 05, 2006 3:37:00 PM  
Anonymous Anonymous said...

hm....

sebenarnya dengan masalah klasik seperti ini siapa sih yang seharusnya 'sadar diri'? ada apa sih sebenarnya dengan PT.KA ini?

sebagai penumpang yang tidak mengerti masalah perteknikan kereta, kenapa ya kok kayaknya PT.KA gak punya 'plan A or plan B'?

mau menambahkan, ada 1 hal lagi yang paling mengganggu yaitu 'budaya curang' di pegawai operational PT.KA. kenapa ya budaya itu tidak pernah hilang di PT.KA, di KRL ataupun di kereta jarak jauh.

yang pasti sebagai warga negara yang baik akan terus ber'suara' jika tidak mendapatkan hak yang seharusnya karena sudah melakukan kewajiban yang seharusnya. tapi kok yang seharusnya mendengarkan suara warga negara ini tidak mau mendengarkan dan mengolah aspirasi ini?

mencoba untuk berempati setiap saat kepada PT.KA selalu dilakukan takala menaiki KRL. tapi kok lama lama menjadi apatis dan memakluminya?

saya yang sudah jenuh dengan banyaknya pernyataan dan kenyataan yang membingungkan dan dengan sangat jujur saya sangat mendambakan perubahan kinerja PT.KA. tentunya karena sayapun masuk pada golongan yang 'tergantung' pada kinerja PT.KA.

semoga dengan adanya orang orang cerdas dan peduli akan KRL dan teman seperjuangannya akan bisa membuat komunitas ini (krlmania) mempunyai bargaining power atas kinerja KRL Jabodetabek ini.

Sunday, September 24, 2006 12:56:00 AM  

Post a Comment

<< Home


Counter