Wednesday, August 23, 2006

Hubungan antara PT. KA - KRL Jabotabek Ekonomi dan Penumpang Bayar..

PT. KA - KRL - Penumpang Bayar.. Hmmm... Ada hubungannya?
Seharusnya ada dan seharusnya sangat berhubungan.

Tapi sepertinya - bila mencoba menjadi penumpang KRL Jabotabek Ekonomi (dan
saya sengaja tidak bicara soal KRL Jabotabek Bisnis (a.k.a Pakuan Express)), hubungan itu putus pada PT. KA dan KRL. Penumpang Bayar? Faktor tersebut menjadi sebuah faktor absolut yang sangat diperlukan untuk PT.KA dan KRL tapi tidak berpengaruhnya pada penumpang bayar. Bingung? Gini maksudnya..

Question (Q) : Mengapa saya musti membayar tiket KRL Ekonomi yang saya naiki?
Answer (A) : Agar saya bisa menikmati layanan KRL Ekonomi tersebut. Bukankah?

Q : Apa definisi dasar layanan KRL Ekonomi?
A : Ketepatan waktu, kecepatan, keamanan dan kenyamanan

Q : Apakah definisi dasar layanan diatas sudah terpenuhi?
A : Faktor kecepatan sudah dipenuhi secara relatif karena jelas KRL merupakan sarana transportasi darat tercepat di kawasan metropolitan. Yang lainnya? JELAS BELUM!

Q : Mengapa definisi dasar layanan KRL Ekonomi belum dapat terpenuhi?
A : PT. KA selalu berlindung dibalik gagalnya pemerintah memberikan subsidi layanan publik (PSO - Public Service Obligation?) dan juga memberikan "kesejahteraan" kepada karyawannya. Dan cara aman itu terus ditempuh bahkan saat divisi Jabotabek memenuhi target pendapatan hingga 113% untuk tahun ini saja. Kalo bicara soal management, sebuah perusahaan mengalami keuntungan setelah pendapatannya dikurangi beban biaya, betul? Artinya angka 113% niscayanya adalah akan memberikan keuntungan. Mengapa? Akan sangat naif bila sebuah perusahaan mentargetkan angka tanpa memperhitungkan cost dan menginginkan keuntungan. Artinya pencapaian target niscayanya akan berbuah keuntungan - minimal untuk divisi yang bersangkutan.

Q : Darimanakah target pendapatan PT. KA tiap tahunnya?
A : Penumpang Bayar, Angkutan barang dan material dan pendapatan dari stasiun dan lingkungannya. (Tolong koreksi atau tambahkan jawaban diatas bila tidak lengkap..)

Q : Pertanyaan yang sama : "Mengapa definisi dasar layanan KRL Ekonomi belum dapat terpenuhi?" sementara target pendapatan sudah diraih?
A : Karena PT. KA beserta jajarannya tidak mempunyai keinginan untuk memperbaiki kwalitas layanan. Jawaban sederhana ini menggarisbawahi begitu rendahnya kwalitas SDM yang dimiliki PT. KA. Rendahnya kwalitas yang dimaksud adalah kwalitas "mental melayani". Maksudnya begini; SDM PT. KA = pegawai negeri (walau tidak 100%). Betul? Pegawai Negeri = Pelayan Publik. Betul? Kalau ada yang menjawab tidak, artinya dia pegawai negeri yang cuma mau gaji tapi tidak mau melayani publik yang sudah meng-gajinya. Soal gaji kecil atau besar (yang parameternya sangat relatif) seharusnyalah adalah masalah internal yang tidak mempengaruhi kwalitas layanan ke publik. Sebab "melayani publik" adalah job-desc dasar yang sudah disetujui saat yang bersangkutan menandatangani kontrak kerja untuk menjadi pegawai negeri. Kalau job-desc dasar saja tidak dilaksanakan, apakah professional untuk kemudian "menuntut gaji", apalagi dengan kondisi perusahaan PT. KA seperti sekarang ini. Management PT. KA pun (yang pastinya parameter gajinya sangat jauh berbeda dengan para operator lapangan) dengan tenangnya bilang "itu semua karena pemerintah tidak melaksanakan tanggung jawabnya". Enak sekali hidup mereka.. Jadi "operator lapangan - management - pemerintah", itulah urutan "lempar bola"-nya. Dan sekarang management sudah tenang karena "bola"-nya ada di pemerintah. Dan sementara "menunggu bola", management dan jajaran PT. KA dengan tenang "menjaga status quo" layanan KRL Ekonomi yang hanya "bersyukurlah karena dia ada tapi jangan menuntut layanan".

Q : Bagaimana seharusnya publik bertindak?
A : Sebuah pertanyaan dengan parameter sangat luas. Tapi sejatinya penumpang bayar mempunyai hak penuh untuk mendapatkan layanan berkwalitas (at least..) standard. Bila tidak, ada beberapa langkah yang mungkin bisa ditempuh :
1. Ganti SDM PT. KA dengan orang-orang yang sadar betul dengan arti "Pelayan Publik"
2. Menekan PT. KA untuk memaksa SDM-nya berubah (dengan cara "reformasi" or "revolusi")
3. Tidak melakukan kewajiban sebagai penumpang.
3 langkah diatas menghasilkan berbagai kemungkinan realisasi tindakan.

Semua paparan diatas hanya berdasar pengamatan murni seorang penumpang harian biasa yang tidak mengetahui seluk-beluk management PT. KA (dan seharusnya tidak perlu tahu..). Penulis sendiri melakukan langkah ke-2. Salah satunya adalah bergabung dengan komunitas penumpang KRL Jabotabek di KRLMania - walaupun dengan segala keterbatasan dan minimnya kontribusi. Tapi semuanya dimulai dari yang kecil, bukan?!

1 Comments:

Anonymous Anonymous said...

huahahahahaha....

kok sepertinya perdebatan diriku dengan dirimu di KRLmania diangkat juga ya???

cool....

Sunday, September 24, 2006 2:38:00 AM  

Post a Comment

<< Home


Counter