Monday, November 06, 2006

Apakah Korupsi Ditoleransi Untuk Kesejahteraan?

Korupsi.. Seperti sebuah kata yang sudah di-daulat berkonotasi sangat jelek dan negatif.

Apakah Korupsi itu?

Menurut UU 31/1999 jo UU 20/2001, dalam 13 pasalnya - korupsi didefinisikan sebagai; "kerugian uang negara", "suap-menyuap", "penggelapan dalam jabatan", "pemerasan" dan total 30 definisi lainnya. Lengkapnya baca di KPK - "Buku Saku Anti Korupsi".

Apa hubungannya Korupsi dengan "Renungan Seorang Penumpang Ekonomi"?
Sebagai seorang penumpang harian KRL Ekonomi Jakarta-Bogor, praktek ini penulis saksikan hampir setiap hari diatas kereta yang penulis tumpangi. Paling tidak, 3 kategori korupsi dalam buku saku KPK itu terjadi secara nyata; "kerugian uang negara", "suap-menyuap", dan "penggelapan dalam jabatan". Pelakunya; petugas resmi PTKA dan penumpang yang tidak mematuhi peraturan.

Sesuai pengamatan harian penulis - yang paling sering terjadi adalah bila seorang penumpang KRL Ekonomi kedapatan tidak membeli karcis dan tidak memiliki abonemen. Menurut peraturan (seperti sticker yang tertempel di hampir seluruh pinggir pintu KRL), denda resminya adalah Rp 5000 dan petugas harus memberikan karcis suplisi sebagai pengganti tiket. Tetapi pada prakteknya, penumpang tersebut cukup menyelipkan selembar ribuan ke tangan petugas PTKA dan sang petugas pun akan berlalu tanpa ragu. Ini hanya sebuah contoh kecil dan terjadi hampir setiap saat pemeriksaan karcis di atas gerbong dilakukan oleh petugas.
Pertanyaan... Secara jujur di nurani, apakah itu korupsi?


Alasan Korupsi Resmi Petugas PTKA?
Ini yang menjadi dilema. Satu-satunya alasan paling utama yang dikedepankan korps operasional PTKA yang melakukan hal tersebut adalah KESEJAHTERAAN. Ini dikuatkan oleh pernyataan A. Abdurahman (Dir Personalia dan Umum PTKA) saat bertemu dengan beberapa orang dari komunitas KRLMania; "...penuhi dulu kewajiban pemerintah kepada karyawan kami (baca jaminan hari tua (JHT) eks PNS PJKA sebesar Rp2,274 triliun)...", dikutipkan dari email rekan Agus Imansyah yang menemui pejabat PTKA itu beberapa waktu lalu.
Artinya para pejabat di level management PTKA mengetahui terjadinya ketidak-beresan di level operasional dan SENGAJA MEMBIARKAN-nya karena pemerintah masih mempunyai utang kepada PTKA. Pernyataan ini adalah analisa penulis baik secara teori maupun secara praktek langsung di lapangan.




Kambing Hitam dari Korupsi Resmi ini
?

PENUMPANG! DAN CUMA PENUMPANG!
Karena melalaikan kewajibannya untuk membeli tiket sesuai dengan aturan resmi dan bersedia memberikan uang suap kepada petugas untuk menutupi pelanggaran tersebut, maka seluruh kesalahan yang terjadi di lapangan dalam kasus ini ditimpakan kepada penumpang.
Lho.. Petugas yang menerima uang suap itu kemana? Bukankah korupsi terjadi secara 2 arah? Apakah artinya karena resmi ber-seragam maka sang petugas yang "menerima uang suap" dari penumpang lantas tidak dikategorikan sebagai koruptor - karena toh uang yang dia terima tidak akan "masuk ke kas negara"?
Inilah yang menggelikan. Seakan seluruh masalah yang terjadi - termasuk soal kerugian yang dialami PTKA pada tiap tahunnya, dengan mudah ditimpakan kepada penumpang yang tidak melaksanakan kewajibannya.

Apakah 100% Penumpang KRL melakukan Korupsi Resmi ini?
Jawabannya pasti tidak. Penulis jelas akan keberatan bila termasuk yang disalahkan. Penulis selalu memastikan bahwa setiap bulan "dilengkapi" dengan KTB sesuai dengan jurusan, atau membeli karcis bila tidak membawa KTB. Menurut survey amatir dan tidak ber-lisensi yang dilakukan penulis, di dalam gerbong KRL di luar jam sibuk - persentase penumpang tidak bayar hanya sekitar 10%-20%. Jadi jelas analogi bahwa kerugian PTKA disebabkan oleh penumpang tidak bayar adalah sama sekali tidak benar.



Jadi apakah Penumpang masih berhak menuntut layanan berkwalitas dari PTKA?
Sangat berhak - tentu saja, bagi penumpang yang sudah melaksanakan seluruh kewajibannya sebagai penumpang.

Apakah PTKA berhak mengurangi hak Penumpang karena alasan Kesejahteraan?
Tidak dan SEHARUSNYA Tidak. Tidak ada alasan untuk mengorbankan Penumpang. Apalagi untuk penumpang yang sudah melaksanakan seluruh kewajibannya sebagai penumpang. Sebagai sebuah perusahaan layanan publik, maka tidak ada kata lain bagi PTKA dan jajarannya selain dari MELAYANI. Itulah mengapa mereka menjadi "Pegawai Negeri" khan?!
Mengenai masalah internal BUMN ini - keuntungan, kerugian, kesejahteraan dan lainnya, seharusnyalah management dan petugas operasional PTKA bisa professional dalam memilah apakah memang penumpangnya seharusnya dilibatkan atau tidak.

Dan khusus untuk kesejahteraan, jelas sama sekali tidak ada proporsi penumpang di dalamnya.
Penumpang yang perduli - seperti penulis, hanya bisa menghimbau dan menghimbau kepada pemerintah untuk memenuhi hak para pegawai PTKA - walaupun memang pemerintah negeri ini sedang "dalam kondisi sulit".
Tapi satu hal yang pasti - jangan harapkan penulis men-tolerir laku korupsi para petugas operasional PTKA hanya karena alasan kesejahteraan.


Jadi, STOP mengorbankan hak penumpang berbayar hanya untuk mendapatkan hak kesejahteraan yang didapatkan dengan laku korupsi!

*foto: toraemon

*hanya-seorang-pengamat-amatir*
FO

Wednesday, November 01, 2006

Minal Aidin wal Faidzin..

To all who celebrates..

Minal Aidin wal Faidzin
Mohon Maaf Lahir Batin
atas segala salah dan alpa..

FO

Counter